Grup 1/Para Komando
Grup
1/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan bagian dari
Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tanggal 23 Maret
1963. Grup ini bermarkas di Serang, Banten, dengan Komandan Grup pertama kali
adalah Mayor L.B. Moerdani. Dhuaja yang digunakan adalah Eka Wastu Baladhika,
yang diciptakan oleh Kopral Satu Suyanto. Komandan saat ini adalah Kolonel Inf.
Teddy Lhaksmana, dengan jumlah personel sebanyak 1.274 orang
Organisasi
pasukan
Kekuatan
Grup 1/Para Komando terdiri dari 1.274 personel dalam tiga batalyon tempur
yaitu:
Batalyon 11/Atulo Sena Baladhika
Batalyon 12/Asabha Sena Baladhika
Batalyon 13/Thikkaviro Sena Baladhika
Setiap
batalyon terdiri dari 3 kompi. Setiap kompi dipecah lagi menjadi 3 peleton,
yang masing-masing peleton beranggotan 39 orang. Dan setiap peleton terdiri
dari 3 unit kecil yang disebut regu berkekuatan 10 orang.
Komandan
Grup 1
Di
antara mereka yang pernah menjabat Komandan Grup 1/Para Komando adalah:
Mayor
Inf. L.B. Moerdani, 1963-1964
Mayor
Inf. C.I. Santosa, 1964-1967
Letkol
Inf. S. Soekoso
Kolonel
Inf. H.H. Djajadiningrat
Letkol
Inf. Samsudin (Atekad 1960)
Letkol
Inf. Soegito, 1975-1978
Letkol
Inf. Wismoyo Arismunandar, 1978-1983
Kolonel
Inf. Teddy Lhaksmana, 2004-sekarang
Persenjataan
Saat
ini Grup 1/Para Komando memiliki persenjataan yang ringan dibawa tetapi
efektif, jenis yang digunakan adalah:
Senapan
Serbu 1 buatan Pindad
Pelontar
Granat SPG-1 kaliber 40 mm
Pistol
SiG Sauer P226 untuk komandan kompi ke atas, dan Pistol P1 buatan Pindad untuk
di bawahnya.
Night
Vission Goggles (NVG)
Shotgun
MOD M3 Super 90
Sniper
Accuracy International 7,62 mm
Sniper
Galil 7,62 mm
Senapan
Mesin Ultimax 100.
Referensi
^
a b Majalah COMMANDO, Volume II No. 1 Juli-Agustus 2005. Jakarta: Gramedia,
2005.
Grup 2/Para Komando
Grup
2 Kopassus/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan bagian
dari Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tahun 1962.
Grup ini bermarkas di Kartasura, Sukoharjo, dengan Komandan Grup pertama kali
adalah Mayor Inf Sugiarto .
Dhuaja
yang digunakan adalah Dwi Dharma Bhirawa Yudha, dengan lambang Naga Terbang
yang bermakna Satuan kedua dari Komando Pasukan Khusus yang selalu siap sedia
berjuang membela negara dan bangsa dengan gagah berani dan selalu jaya dalam
setiap pertempuran.
Komandan
saat ini adalah Kolonel Inf. Benny sulistyono lulusan Akademi Militer tahun
1986, dengan jumlah personel sebanyak 1.459 orang. Kasi Ops Kapten Inf Yanu.
Grup
2 terdiri dari :
Batalyon 21 (Bhirawa Yudha) dan Batalyon
22 (Manggala Yudha) yang bermarkas di Kartasura, Jawa Tengah,
Batalyon 23 (Dhanuja Yudha) bermarkas di
Parung, Bogor.
Pusat pendidikan pasukan khusus
Pusat
Pendidikan Pasukan Khusus atau disingkat Pusdikpassus adalah sekolah awal untuk
melatih pasukan para komando, khususnya yang akan bergabung ke Kopassus. Pusdik
ini bermarkas di Batujajar, Jawa Barat.
Sebagai
lembaga pendidikan, Pusdikpassus dibagi berdasarkan fungsi pelatihannya. Secara
garis besar, ada tiga kejuruan utama, yaitu:
Para,
Komando
dan
Sandi
Yudha.
Lembaga
pendidikan ini menyediakan kursus-kursus spesialis lain, yang juga terbuka bagi
anggota Angkatan Darat di luar Kopassus seperti: Kompi Pemburu, Scuba, Daki
Serbu, Demolisi, Pandu Udara (Path Finder), dan Penembak Runduk (Sniper).
Grup 3/Sandhi Yudha
Grup
3/Sandhi Yudha adalah satuan Kopassus yang memiliki spesifikasi tugas perang
rahasia ''clandestine operation'', termasuk kemampuan dalam intelijen tempur
atau combat intell,dan counter insurgency(kontra pemberontakan). Grup 3
dibentuk pada tanggal 24 Juli 1967, bermarkas di Markas Komando Cijantung,
Jakarta Timur. Calon Personil di Grup ini diseleksi sangat ketat di internal
mulai dari calon prajurit yang masih pendidikan hingga personel yang sudah
bertugas aktif di kesatuan tetapi punya bakat intelijen yang kemudian akan
dilatih lagi.
Pelatihan
yang dilakukan
Dasar
latihannya sama dengan Prajurit Kopassus lainnya yaitu Kursus Para (2,5 bulan),
Sekolah Komando (7 bulan) ditambah kursus lainnya seperti PH (Perang Hutan),
PJD (Perang Jarak Dekat), Spursus (Sekolah tempur khusus), Dakibu (Pendaki
Serbu) tetapi setelah itu para calon intel tempur ini dididik lebih khusus lagi
yaitu pendidikan Sandhi Yudha di Pusdik Passus, Batujajar, Bandung yang materi
pendidikannya adalah intelijen dan pengetahuan pendukung untuk intelijensia di
medan operasi seperti penyamaran, navigasi, bela diri khusus, penggunaan alat-alat
khusus intelijen dan lain-lain. Bahkan beberapa personel terpilih dari Grup ini
dikirim lagi untuk sekolah ke Pusat Pendidikan Intelijen Militer di luar negeri
seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris bahkan Israel. Di antara seluruh jenis
prajurit di Kopassus yang paling spesifik pendidikannya adalah prajurit di Grup
3/Sandhi Yudha.
Operasi
lapangan
Dalam
operasi militer, sebelum gerakan pasukan besar maka dilakukan operasi intelijen
tempur (combat intell), untuk mengetahui kondisi dan situasi lapangan, fungsi
inilah yang diemban oleh personel dengan kemampuan Sandhi Yudha. Dalam jajaran
Kopassus Grup 3 adalah satuan yang memiliki kualifikasi combat intelligence.
Satuan Sandhi Yudha ini juga sering di BKO-kan ke Kodam-kodam atau satuan-satuan
lain. Pada masa DOM di Aceh, prajurit dari grup ini banyak yang di BKO-kan di
bawah Komando Penguasa Darurat Sipil dan Militer di sana, dimana mereka
tergabung dalam SGI (Satuan Gabungan Intelijen). Dalam tugas operasi klandestin
(clandestine), prajurit Sandhi Yudha bisa bergerak tanpa identitas satuan yang
jelas, atau tugas penyamaran, misalnya dalam hal ini mereka akan dilengkapi
dengan identitas sipil seperti KTP dan kadang-kadang punya kartu kuning pencari
kerja dari Dinas Tenaga Kerja.
Karena
kemampuannya dalam operasi clandestine ini, maka di masa sebelum era reformasi,
satuan Sandhi Yudha ini banyak disalah-gunakan hanya untuk kepentingan
kekuasaan semata, sehingga sering menimbulkan ekses negatif. Termasuk kasus
kasus terbunuhnya Theys Hiyo Eluay), kasus penculikan aktifis di awal reformasi
juga dilakoni oleh prajurit sandhi yudha yang tergabung dalam Tim Mawar. BIN
(Badan Intelijen Negara), adalah salah satu institusi yang banyak memanfaatkan
personel yang memiliki latar belakang Sandhi Yudha. Dalam operasi BIN, dalam
kondisi yang sangat dibutuhkan, maka masih sering memakai personel aktif dari
Grup 3/Sandhi Yudha. Tetapi ada beberapa dari mereka yang bernasib sangat
ironis yaitu hilang tanpa jejak di medan tugasnya atau bahkan sengaja menghilangkan
diri dan dan diisukan bergabung dengan organisasi-organisasi paramiliter di
pelosok-pelosok negeri ini. Masalah kurangnya kesejahteraan menjadi alasan
utama para disertir ini untuk meninggalkan tugasnya,sementara
organisasi-organisasi para-militer yang bermisi separatisme maupun yang
berorientasi bisnis menawarkan keuntungan dari segi ekonomi buat mereka. Mereka
juga sering menjadi pelaku black market di medan operasi untuk membantu
kelompok yang seharusnya menjadi target operasinya.
Informasi
yang diperoleh
Tetapi
terlepas dari semua kasus dan isu-isu miring yang menerpa Kopassus sebagai
rumahnya para Prajurit Sandhi Yudha, mereka memiliki kontribusi yang sangat
signifikan khususnya dalam hal intelijen di Negeri ini. Banyak informasi dari
para alumnus Sandhi Yudha maupun yang masih aktif di Grup 3 terhadap negara
yang menyangkut gangguan separatisme, teroris di dalam negeri maupun peran
serta bangsa lain dalam mengganggu keutuhan NKRI. Mereka bermain di belakang
layar tanpa kelihatan dengan menghadapi risiko tugas yang sangat berat dan jauh
dari keluarganya bahkan tidak sedikit dari pada prajurit Sandhi Yudha ini yang
tidak dikenal anak kandungnya sendiri begitu pulang bertugas karena lamanya di
dalam medan operasi.
Satuan
yang ada di bawah Grup 3
Batalyon 31/Eka Sandhi Yudha Utama
Batalyon 32/Apta Sandhi Prayudha Utama
Batalyon 33/Wira Sandhi Yudha Sakti
Detasemen Khusus 81 (Penanggulangan
Teror)
Satuan
81/Penanggulangan Teror atau disingkat Sat-81/Gultor adalah satuan di Kopassus
yang setingkat dengan Grup, bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur. Kekuatan
dari satuan ini tidak dipublikasikan secara umum mengenai jumlah personel
maupun jenis persenjataannya yang dimilikinya, semua itu dirahasiakan.
Sejarah
berdirinya
Mengantisipasi
maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era tahun 1970/80-an, Kepala Badan
Intelijen Strategis (BAIS) ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru
setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha. Pada 30 Juni 1982, muncullah
Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf. Luhut
Binsar Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto. Kedua perwira
tersebut dikirim untuk mengambil spesialisasi penanggulangan teror ke GSG-9
(Grenzschutzgruppe-9) Jerman dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya untuk
menyeleksi dan melatih para prajurit Kopassandha yang ditunjuk ke Den-81.
Satuan-81 merupakan ujung tombak pertahanan dan keamanan Republik Indonesia.
Tidak seperti satuan lain yang selalu mengexpose kegiatan mereka, Visi dan misi
Satuan-81 adalah untuk "tidak diketahui,tidak terdengar dan tidak
terlihat"
Organisasi
pasukan
Keinginan
mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan pesawat
Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981. Nah, pasukan
yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal bakal anggota Den-81,
dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81
Gultor). Dari periode 1995 - 2001, Den-81 sempat dimekarkan jadi Group 5
Antiteror. Detasemen-81 adalah merupakan salah satu organisasi bersenjata yang
paling progresif didunia. Detasemen-81 adalah merupakan unit kedua di dunia
(setelah GSG-9)pemakai senapan serbu HK MP-5 dan produk Heckler & Koch
lainnya. Selan itu, Detasement-81 juga adalah pelopor pemakaian PETN sebagai bahan
peledak alternatif selain C-4 dan Semtek.
Satuan
yang ada di bawah kendali Sat-81 adalah
Batalyon 811,
Batalyon 812
Batalyon Bantuan.
Sistem
rekrutmen
Operasi
Sat-81/Gultor
Sekembalinya
ke markas, prajurit tadi akan ditingkatkan kemampuannya untuk melihat
kemungkinan promosi penugasan ke Satuan Sandi Yudha atau Satuan Antiteror.
Untuk antiteror, pendidikan dilakukan di Satuan Latihan Sekolah Pertempuran
Khusus Batujajar. Secara keseluruhan, bisa dipastikan bahwa Detasemen-81 terlibat
di dalam setiap operasi rahasia militer yang dilakukan ABRI dan kemudian
dilanjutkan oleh TNI. Adapun operasi tersebutga RI di Utara, disinyalir bahwa
satu peleton Den-81 telah ditugaskan di perbatasan Kalimantan Timur untuk
patroli intai jarak jauh (long range Recce mission) Dikabarkan pula bahwa unsur
Den-81 telah diturunkan juga untuk mengejar Nordin M Top dan kawan kawan.
Sampai saat Satuan 81 anti teror adalah salah satu perangkat BIN (Badan
intelijen nasional) di dalam operasi khusus yang bersifat paramiliter.
Sumber, http://id.wikipedia.org